Entri Populer

Rabu, 11 Mei 2011

DEMOKRASI DI INDONESIA BERKAITAN DENGAN RULE OF LAW


DEMOKRASI DI INDONESIA
BERKAITAN DENGAN RULE OF LAWS

Rule of law adalah istilah dari tradisi common law dan berbeda dengan persamaannya dalam tradisi hukum Kontinental, yaitu Rechtsstaat (negara yang diatur oleh hukum). Keduanya memerlukan prosedur yang adil (procedural fairness), due process dan persamaan di depan hukum, tetapi rule of law juga sering dianggap memerlukan pemisahan kekuasaan, perlindungan hak asasi manusia tertentu dan demokratisasi. Baru-baru ini, rule of law dan negara hukum semakin mirip dan perbedaan di antara kedua konsep tersebut menjadi semakin kurang tajam.
Rule of law tumbuh dan berkembang pertama kali pada negara-negara yang menganut system seperti Inggris dan Amerika Serikat, kedua negara tersebut mengejewantahkannya sebagai perwujudan dari persamaan hak, kewajiban, dan derajat dalam suatu negara di hadapan hukum. Hal tersebut berlandaskan pada nilai-nilai hak asasi manusia (HAM), di mana setiap warga negara dianggap sama di hadapan hukum dan berhak dijamin HAM-nya melalui sistem hukum dalam negara tersebut.
Rule of law jamak diartikan sebagai penegakan hukum, dimana segala sesuatu harus dilaksanakan sesuai dengan hukum. Aturan atau kaidah dilaksanakan sesuai dengan hukum yang berlaku. Secara kontras berbeda dengan rule by law yang berarti penegakan hukum disesuaikan dengan aturan atau kaidah yang berlaku. Saya memahaminya, bahwa dalam rule by law, hukum merupakan panglima terhadap kaidah, sedangan dalan rule by law, kaidahlah yang menjadi panglima bagi hukum. Demi rule of law, dibutuhkan ketegasan penegak hukum-tidak pandang bulu, tegas dan tajam. Sementara, dalam rule by law, sarat dengan kepentingan. Hukum dikondisikan dapat mengamankan kebijakan kekuasaan. Dalam rangka mengamankan kebijakan kekuasaan maka hukum-hukum baru diciptakan. Sesuai atau tidak dengan kaidah hukum atau tidak, bukanlah menjadi pertimbangan penting, bahkan di sengaja dikesampingkan. Rule of law kental dengan muatan aspek keadilannya, sementara rule by law, kental dengan berbagai bentuk diskriminasi dan pemaksaan kehendak penguasa terhadap objek yang dikuasainya, yaitu rakyat. Lebih jauh dapat dijelaskan sebagai berikut “Rule by law is prudential: one rules by law (properly speaking) not because the law is higher than oneself but because it is convenient to do so and inconvenient not to do so. In rule of law, the law is something the government serves; in rule by law, the government uses law as the most convenient way to govern”.
Lalu, bagaimana kita melihat produk hukum kita saat ini. Pergantian era, dari Orde Baru, ke Era Reformasi ternyata belum juga menunjukkan kesungguhan penguasa memahami arti sebenarnya rule of law. Berbagai produk hukum seperti Undang-undang, Kepmen, maupun Perda-perda, masih sarat dengan nafas rule by law. Negara bukanlah institusi yang kebal hukum, negara dapat dipersalahkan jika dalam pelaksanaannya terjadi pelanggaran hukum. Rule of law mengandung asas "dignity of man" yang harus dilindungi dari tindakan sewenang-wenang pemerintah penguasa. (Oemar Seno Adji, 1980). Inti dari rule of law adalah terciptanya tatanan keadilan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, di mana rakyat bisa memperoleh kepastian hukum, rasa keadilan, rasa aman, dan dijamin hak-hak asasinya.
Cita-cita untuk menyelenggarakan hak-hak politik secara efektif, mengakibatkan munculnya gagasan untuk membatasi kekuasaan pemerintahan dengan suatu konstitusi. Baik dengan naskah konstitusi yang tertulis atau (written constitution) ataupun dengan konstitusi yang tidak tertulis(unwritten constitution). Didalam konstitusi biasanya hak-hak warga Negara, serta pembagian kekuasaan negara sedemikian rupa sehingga kekuasaan eksekutif diimbangi oleh kekuasaan parlemen atau legislative dan lembaga hukum lainnya sehingga terjadi keseimbangan kekuasaan. Demokrasi konstitusional adalah sebuah gagasan bahwa pemerintah merupakan aktivitas yang diselenggarakan atas nama rakyat, tunduk pada pembatasan konstitusi, agar kekuasaan tidak disalah gunakan oleh pemegang kekuasaan. Konstitusi di pandang suatu lembaga yang memiliki fungsi khusus, yaitu menentukan dan membatasi kekuasaan pemerintah di satu pihak, dan menjamin hak hak asasi dari warga negaranya.
Indonesia sebagai negara hukum, secara teori pasti dapat mewujudkan rule of law dalam negaranya. Semua itu tergantung dari niat dan keikhlasan semua pihak yang terlibat dalam proses hukum untuk berkorban dan berjuang menyingkirkan segala kebobrokan masa lalu dan menatap pada masa depan negara hukum Indonesia yang baru, yang memiliki the rule of law dalam negaranya.
Konstitusi dianggap sebagai perwujudan dari hukum tertinggi yang harus dipatuhi oleh negara dan pejabat-pejabat pemerintah sekalipun, sesuai dengan dalil “government by laws, not by men” yang artinya pemerintah berdasarkan hukum bukan, bukan berdasarkan kemauan penguasa. Abad 19 dan permulaan abad 20 gagasan mengenai perlunya pembatasan kekuasaan mendapat landasan yuridis. Sejak ahli hukum Eropa Barat Kontinental seperti Immannuel Khant (1724-1804) dan Fredrich Julius Stahl memakai istilah rechsstaat, sedangkan ahli Anglo Saxon seperti AV Dicey memakai istilah rule of law. Empat pilar demokrasi yang didasarkan rechsstaat dan rule of law dalam arti klasik adalah :
1. Penghargaan terhadap hak asasi manusia.
2. Pemisahan dan pembagian kekuasaan yang popular dengan “trias politica.
3. Pemerintah berdasarkan undang-undang.
4. Peradilan ( Miriam Budiardjo, 1983:57)
Sebagai perbandingan pilar-pilar demokrasi yang didasarkan konsep rule of law menurut AV Dicey adalah :
1. Tidak adanya kekuasaan sewenang-wenang.
2. Kedudukan yang sama dalamhukum (dalil ini berlaku baik untuk orang biasa maupun untuk pejabat)
3. Terjaminnya hak-hak manusia oleh undang-undang.
Konsep demokrasi berdasarkan rule of law lahir dari paham liberalisme yang menganut dalil negara sebagai penjaga malam. Pemerintahan hendaknya tidak terlalu banyak mencampuri urusan warga negaranya, kecuali dalam hal yang menyangkut kepentingan umum seperti bencana alam, hubungan luar negeri dan pertahanan serta keamanan. Maknanya adalah rasa keadilan yang kembali kepada rakyat, bukan kepada kekuasaan dan para penguasa yang menciptakan hukum, sebagaimana adagium Solus Populis Suprema Lex yang berarti suara rakyat adalah suara keadilan (sic – Salus populi suprema lex artinya kesejahteraan rakyat merupakan hukum tertinggi – Red.).
Indonesia berdiri sebagai sebuah negara "rechtsstaat"/negara hukum (yang menurut Friedrich Julius Stahl, memiliki empat unsur yaitu: hak-hak dasar manusia, pembagian kekuasaan, pemerintahan berdasarkan peraturan-peraturan, dan peradilan tata usaha negara). Konsep negara hukum Indonesia terlihat dan rule of law pun sebenarnya tercakup di dalamnya. Tetapi pada praktiknya rule of law belum terwujud secara nyata. Baru setelah gerakan reformasi tercetus, Indonesia kembali mencari bentuk akan identitas "negara hukumnya"dan juga "rule of law" "Civil Law System" Indonesia sebagai negara yang menganut civil law system (Eropa Kontinental), mengedepankan hukum positif sebagai patokan utama dalam menjalankan tugas-tugas negara dan juga dalam sistem peradilannya. Apabila konsep negara hukum Indonesia dengan civil law system- nya diterapkan sesuai dengan prinsip-prinsip idealnya maka rule of law sudah pasti akan dapat terwujud. Bahwa Indonesia adalah sebuah negara yang berdiri sebagai "negara hukum" atau "rechtsstaat" sudah merupakan finalisasi dari perjalanan sejarah tata hukum Indonesia. Juga civil law system yang dianutnya merupakan sistem yang telah menjadi dasar tata hukum di sini.
Rule of law yang menjadi konsep hukum dan keadilan dari negara-negara common law, merupakan suatu tatanan baru yang ada di hadapan Indonesia saat ini. Indonesia tidak mungkin mengubah sistem hukumnya menjadi common law system. Apakah mungkin sebuah negara hukum Indonesia dengan sistem civil law (Eropa Kontinental) mewujudkan rule of law dalam kehidupan berbangsa dan bernegaranya? Jawabannya adalah mungkin. Karena pada hakikatnya konsep negara hukum Indonesia yang ideal juga mencakup rasa keadilan dari masyarakat dan melindungi hak-hak asasi setiap warga negara Indonesia. Namun, sampai saat ini rule of law mungkin belum terwujud, dan itu bukan karena sistem hukum yang salah, tetapi karena unsur manusia yang menjadi pelaksana-pelaksana kenegaraan yang telah salah menjalankan negara ini.
Minimal Tiga Hal Untuk dapat mewujudkan rule of law di Indonesia, Indonesia harus melakukan minimal tiga hal, yaitu; Pertama, hukum di Indonesia harus memenuhi rasa keadilan dalam masyarakat. Maksudnya, sejak dari proses legislasi di DPR (Dewan Perwakilan Rakyat) para wakil rakyat harus bisa mengejawantahkan aspirasi keadilan rakyat dalam rancangan undang-undang yang sedang dikerjakannya. Hukum yang diciptakan harus responsif terhadap tuntutan akan rasa keadilan rakyat dan hukum yang diciptakan harus bersih, murni dari intervensi politik, ekonomi, dan kepentingan sekelompok orang. Kedua, Indonesia harus menjalankan suatu sistem peradilan yang jujur, adil, dan bersih dari KKN (korupsi, kolusi, dan nepotisme). Sistem peradilan Indonesia saat ini belum dilaksanakan sebagaimana mestinya karena kurangnya pemahaman dan kemampuan atau bahkan kurangnya ketulusan dari mereka yang terlibat dalam sistem peradilan, baik penyidik, penuntut umum, hakim, penasihat hukum, bahkan masyarakat pencari keadilan.
Proses peradilan yang berjalan tidak sebagaimana mestinya, padahal Indonesia memiliki asas peradilan yang sederhana, cepat, dan biaya murah, namun akhirnya semua itu hanya menjadi slogan semata. Disinyalir, sistem peradilan di Indonesia telah terkontaminasi oleh "mafia peradilan". Jika ini semua belum dapat diberantas mustahil rule of law dapat terwujud. Kasus Akbar Tanjung yang akhirnya dibebaskan oleh Mahkamah Agung, kasus HAM Timor-Timur, dan pembubaran TGTPK oleh judicial review MA merupakan contoh yang sangat melukai rasa keadilan masyarakat.
Akses Publik Ketiga, Akses publik ke peradilan harus ditingkatkan. Hukum positif Indonesia telah merumuskan sejumlah hak masyarakat pencari keadilan yang terlibat dalam proses peradilan pidana. Secara umum dapat dikatakan bahwa hak yang diberikan kepada pencari keadilan dalam sistem peradilan Indonesia tidak tertinggal dari negara-negara lain, dan umumnya mengikuti norma dan prinsip dalam instrumen internasional. Akan tetapi dalam banyak peristiwa justru kewenangan yang dijalankan oleh aparat penegak hukum tersebut telah disalahgunakan sehingga merugikan hak para pencari keadilan. Sejumlah kenyataan lain yang sering dijumpai adalah awal pemeriksaan yang tidak pasti, intimidasi, meremehkan keterangan yang diberikan, dan lain sebagainya. Tidak jarang pula pemeriksaan terhadap tersangka memiliki kendala yang dialami oleh penyidik. Salah satunya yang sering muncul adalah tersangka dengan sengaja mempersulit jalannya pemeriksaan. Ini mengakibatkan polisi sebagai penyidik menggunakan berbagai upaya baik yang lazim maupun tidak agar penyelesaian dapat berjalan cepat. Oleh karena itu untuk mewujudkan rule of law, akses publik ke peradilan jelas harus ditingkatkan.

DEMOKRASI


DEMOKRASI

Terminologi demokrasi merupakan hasil adopsi dari bahasa yunani kuno yang terdiri dari dua kata ” Demos ” yang mempunyai arti (Rakyat). dan “Kratos” yang berarti (pemerintahan). Dengan demikian demokrasai dapat di definisikan sebagai sebuah system pemerintahan oleh rakyat dengan kekuasaan tertinggi berada di tangan rakyat dan di jalankan langsung oleh mereka atau wakil-wakil yang mereka pilih melalui system pemilihan bebas. Ringkasnya bahwa demokarsi merupakan pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat.
Semua negara mengakui bahwa Demokrasi sebagai alat ukur dari keabsahan politik.
Kehendak rakyat adalah dasar utama kewenangan pemerintahan menjadi basis tegaknya system politik demokrasi. Demokrasi meletakkan rakyat pada posisi penting, hal ini karena masih memegang teguh rakyat selaku pemegang kedaulatan. Negara yang tidak memegang demokrasi disebut negara otoriter. Negara otoriterpun masih mengaku dirinya sebagai negara demokrasi. Ini menunjukkan bahwa demokrasi itu penting dalam kehidupan
bernegara.
Konsep Demokrasi berasal dari Yunani kuno. Namun sejak Revolusi Prancis (1789), demokrasi berkembang menjadi sebuah konsep modern dan kompleks. Sekalipun sebagai suatu perangkat yang kompleks, logika yang diekspresikan oleh demokrasi modern mengandung prinsip-prinsip mendasar, yaitu adanya unsur kedaulatan rakyat, pemerintahan mayoritas, perlindungan minoritas, kemerdekaan yang dijamin Undang-undang (UU), partisipasi warga, persamaan hak, dan sebagainya.
Pada tulisan kali ini, akan di jelaskan berbagai jenis-jenis demokrasi, pengertian demokrasi secara terminology dan etimologi, pengertian demokrasi berdasarkan prinsip ideologi, demokrasi berdasarkan wewenang dan hubungan antar alat kelengkapan Negara.
A.    Pengertian demokrasi secara etimologi dan terminologi
Pengertian Demokrasi menurut etimologis dan menurut terminologi, yaitu Menurut etimologi/bahasa, demokrasi berasal dari bahasa yunani yaitu dari demos = rakyat dan cratos atau cratein=pemerintahan atau kekuasaan. Demokrasi berarti pemerintahan rakyat atau kekuasaan rakyat. Oleh karena itu dalam sistem demokrasi rakyat mendapat kedudukan penting didasarkan adanyarakyat memegang kedaulatan.
Secara terminologi, Demokrasi dari segi terminology mengandung makna demokrasi konseptual. Demokrasi dilihat dari segi pemikiran politik. Torres demokrasi dilihat dari tiga tradisi pemikiran politik. Clssical Aristotelian theory, medieval theory dan contemporary doctrine. Torres melihat demokrasi dari segoi formal dan substantive.
`Formal menunjuk pada demokrasi dlm arti sistem pemerintahan. Substantive menunjuk pada demokrasi dalam 4 bentuk:
1)      menitikberatkan pada perlindungan terhadap tirani.
2)      titik berat pada manusia mengembangkan kekuasaan dan kemampuan.
3)      melihat keseimbangan partisipasi masyarakat terhadap beban yang berat dan tuntutan yang tidak dapat dipenuhi.
4)       bahwa tidak dapat mencapai partisipasi yang demokratis tanpa perubahan lebih dulu dalam keseimbangan social dan kesadaran social. Perubahan social dan partisipasi demokratis perlu dikembangkan secara bersamaan karena satu sama lain saling ketergantungan.

B.     Jenis-jenis demokrasi
 Demokrasi terbagi dalam dua jenis: demokrasi bersifat langsung dan demokrasi bersifat representatip.
1)      Demokrasi bersifat langsung / Direct Demokrasi.
demokrasi langsung juga dikenal sebagai demokrasi bersih. Disinilah rakyat memiliki kebebasan secara mutlak memberikan pendapatnya, dan semua aspirasi mereka dimuat dengan segera didalam satu.
pertemuan.Jenis demokrasi ini dapat dipraktekkan hanya dalam kota kecil dan komunitas yang secara relatip belum berkembang, dimana secara fisik memungkinkan untuk seluruh electorate untuk bermusyawarah dalam satu tempat, walaupun permasalahan pemerintahan tersebut bersifat kecil.
Demokrasi langsung berkembang di Negara kecil Yunani kuno dan Roma. Demokrasi ini tidak dapat dilaksanakan didalam masyarakat yang komplek dan Negara yang besar. demokrasi murni yang masih bisa diambil contoh terdapat diwilayah Switzerland.
Mengubah bentuk demokrasi murni ini masih berlaku di Switzerland dan beberapa Negara yang didalamnya terdapat bentuk referendum dan inisiatip. Dibeberapa Negara sangat memungkinkan bagi rakyat untuk memulai dan mengadopsi hukum, bahkan untuk mengamandemengkan konstitusional dan menetapkan permasalahan public politik secara langsung tampa campur tangan representative.
2)      Demokrasi bersifat representatip / Representative Demokrasi.
Didalam Negara yang besar dan modern demokrasi tidak bisa berjalan sukses. Oleh karena itu, untuk menanggulangi masalah ini diperlukan sistem demokrasi secara representatip. Para representatip inilah yang akan menjalankan atau menyampaikan semua aspirasi rakyat didalam pertemuan. Dimana mereka dipilih oleh rakyat dan berkemungkinan berpihak kepada rakyat. ( Garner ).
Sistem ini berbasis atas ide, dimana rakyat tidak secara langsung hadir dalam menyampaikan aspirasi mereka, namun mereka menyampaikan atau menyarankan saran mereka melaui wakil atau representatip. Bagaimanapun, didalam bentuk pemerintahan ini wewenang disangka benar terletak ditangan rakyat, akan tetapi semuanya dipraktekkan oleh para representatip.
C.     Demkrasi berdasarkan prinsip ideologi
Sebagai ideologi bangsa dan negara Indonesia, Pancasila pada hakikatnya merupakan suatu hasil perenungan atau pemikiran seseorang atau sekelompok orang. Ideologi ini tumbuh dan berkembang dalam pandang hidup masyarakat dan bangsa Indonesia. Pancasila diangkat dari nilai-nilai adat-istiadat kebudayaan serta nilai religius yang terdapat pada pandangan hidup masyarakat indonesia.
Kekuatan Ideologi
Menurut Alfian, seorang pakar ilmu politik, mengemukakan bahwa kekuatan suatu ideologi itu tergantung pada kualitas dan dimensi yang ada pada ideologi itu sendiri. (Alfian, Pancasila Sebagai Ideologi dalam Kehidupan Politik, Jakarta: BP-Y Pusat, h. 192).
1.      Dimensi Realita
Nilai-nilai dasar yang terkandung di dalam ideologi tersebut secara riil berakar dalam /hidup masyarakat atau bangsanya, terutama karena nilai- nilai dasar tersebut bersumber dari budaya dan pengalaman sejarahnya.
2.      Dimensi Idealisme
Nilai-nilai dasar ideologi tersebut mengandung idealisme yang memberi harapan tentang masa depan yang lebih baik melalui pengalaman dalam praktik kehidupan bersama dengan berbagai dimensinya.
3.      Dimensi Fleksibilitas/Dimensi Pengembangan
Ideologi tersebut memiliki kekuasaan yang memungkinkan dan merangsang perkembangan pemikiran-pemikiran baru yang relevan dengan ideologi bersangkutan tanpa menghilangkan atau mengingkari hakikat atau jati diri yang terkandung dalam nilai-nilai dasarnya.
v  Kedudukan dan Fungsi Pancasila
Setiap kedudukan dan fungsi Pancasila pada hakikatnya memiliki makna serta dimensi masing-masing yang konsekuensinya aktualisasinya pun memiliki aspek yang berbeda-beda, walaupun hakikat dan sebenarnya sama. Dilihat dari kedudukannya, Pancasila mempunyai kedudukan yang tinggi, yakni sebagai cita-cita dan pandangan hidup bangsa Indonesia. Dilihat dari fungsinya, Pancasila mempunyai fungsi utama sebagai dasar Negara Republik Indonesia.
1.      Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa
Pandangan hidup yang terdiri atas kesatuan rangkaian nilai-nilai luhur tersebut adalah suatu wawasan yang menyeluruh terhadap kehidupan itu sendiri. Pandangan hidup berfungsi sebagai kerangka acuan baik untuk menata kehidupan diri pribadi maupun dalam interaksi antar manusia dalam masyarakat serta alam sekitarnya.
Dalam hal ini Pancasila digunakan sebagai petunjuk arah semua kegiatan atau aktivitas hidup dan kehidupan di dalam segala bidang, ini berarti bahwa semua tingkah laku dan tindak perbuatan setiap manusia Indonesia harus dijiwai dan merupakan pancaran dari semua sila Pancasila.
2.      Pancasila sebagai dasar Negara Republik Indonesia
Sebagai dasar negara, Pancasila merupakan suatu asas kerohanian yang meliputi suasana kebatinan atau cita-cita hukum, sehingga merupakan suatu sumber nilai, norma, serta kaidah, baik moral maupun hukum negara dan menguasai hukum dasar baik yang tertulis atau Undang-Undang Dasar maupun yang tidak tertulis atau Conversi. Dalam hal ini Pancasila dipergunakan sebagai dasar mengatur penyelenggaraan pemerintahan Negara.
Rumusan dasar Negara Republik Indonesia yang sah tercantum dalam pembukaan UUD 1945 alenia ke empat. Fungsi dari Pancasila sebagai Dasar Negara Republik Indonesia adalah sebagai sumber dari segala hukum (sumber tertib hukum). Sumber tertib hukum ada 2, yaitu:
a)      Sumber Formal
Tempat atau sumber hukum dari mana suatu peraturan mempunyai kekuatan hokum
b)      Sumber Material
Tempat dari mana materi hukum itu sendiri.
c)      Pancasila sebagai Ideologi Bangsa dan Negara Indonesia
Pancasila sebagai ideologi bangsa dan negara Indonesia berakar pada pandangan hidup dan budaya bangsa, dan bukannya mengangkat atau mengambil ideologi dari bangsa lain. Selain itu, Pancasila juga bukan hanya merupakan ide-ide atau perenungan dari seseorang saja yang hanya memperjuangkan suatu kelompok atau golongan tertentu, melainkan Pancasila berasal dari nilai-nilai yang dimiliki oleh bangsa, sehingga pancasila pada hakikatnya untuk seluruh lapisan serta unsur-unsur bansa secara komprehensif.
v  Perbandingan Ideologi
Dalam bagan yang dirumuskan oleh Yadi Ruyadi, dkk (2009 :9) Perbandingan Ideologi Pancasila dan ideologi lain adalah sebagai berikut:
Aspek Ideologi Liberalisme Komunisme Sosialisme Pancasila
§  Politik hukum
- Demokrasi liberal.
- Hukum untuk melindungi individu
- Dalam politik melindungi individu
- Demokrasi rakyat
- Berkuasa mutlak satu parpol
- Hukum untuk melanggengkan komunis.
- Demokrasi untuk kolektivitas
- Diutamakan kebersamaan
- Masyarakat sama dengan negara.
- Demokrasi Pancasila
- Hukum untuk menjunjung tinggi keadilan dan keberadaan individu dan masyarakat.
§  Ekonomi
- Peran negara kecil
- Swasta mendominasi
- Kapitalisme
- Monopolisme
- Persaingan bebas
- Peran negara dominan
- Demi kolektivitas artinya adalah demi negara.
- Monopoli negara - Peran negara ada untuk pemerataan
- Keadilan distributif yang diutamakan.
- Peran negara ada untuk tidak terjadi monopoli dll, yang merugikan rakyat.

§  Agama
- Agama urusan pribadi
- Bebas beragama atau tidak
- Agama candu masyarakat
- Agama harus dijauhkan dari masyarakat Atheis.
- Agama harus mendorong berkembangnya kebersamaan.
- Bebas memilih salah satu agama.
- Pandangan Terhadap Individu dan Masyarakat
- Individu lebih penting dari pada masyarakat.
- Masyarakat diabdikan bagi individu
- Individu tidak penting
- Masyarakat tidak penting
- Kolektivitas yang dibentuk negara lebih penting.
- Masyarakat lebih penting daripada individu
- Individu diakui keberadaannya.
- Masyarakat diakui keberadaan-nya.
- Hubungan individu dan masyarakat dilandasi selaras, serasi, seimbang.
- Masyarakat ada karena individu ada.
- Individu akan punya arti apabila hidup ditengah masyarakat.
§  Cirri khas
- Penghargaan atas hokum
- Demokrasi
- Negara hokum
- Menolak dogmatis
- Reaksi atas absolutism
– Atheisme
- Dogmatisme
- Otoriter
- Ingkar HAM
- Reaksi terhadap liberalisme dan kapitalisme
- Kebersamaan
- Akomodasi
- Jalan tengah - Keselarasan, keserasian, keseimbangan dalam setiap aspek kehidupan
D.    Demokrasi berdasarkan wewenang dan hubungan antar alat kelengkapan Negara.
Menurut Torres:
Demokrasi dapat dilihat dari dua aspek yaitu yang pertama ialah, formal democracy dan kedua, substansive democracy, yaitu menunjuk pada bagaimana proses demokrasi itu dilakukan. Formal democracy menunjuk pada demokrasi dalam arti system pemerintahan. Hal ini dapat dilihat dari dalam berbagai pelaksanaan demokrasi di berbagai Negara. Dalam suatu Negara misalnya dapat demokrasi dengan menerapkan system presidensial, atau system parlementer.
a)      Sistem presidensial : sistem ini menekankan pentingnya pemilihan presiden secara langsung, sehingga presiden terpilih mendapatkan mandate secara langsung dari rakyat. Dalam system ini kekuasaan eksekutif sepenuhnya berada di tangan presiden. Oleh karena itu presiden ialah kepala eksekutif dan sekaligus menjadi kepala Negara. Presiden sebagai penguasa sekaligus menjadi kepala Negara. Presiden sebagai penguasa sekaligus sebagai symbol kepemimpinan Negara. Sistem seperti ini di sebagaimana diterapkan di Negara Amerika dan Indonesia. Sistem presidensial (presidensial), atau disebut juga dengan sistem kongresional, merupakan sistem pemerintahan negara republik di mana kekuasan eksekutif dipilih melalui pemilu dan terpisah dengan kekuasan legislatif.
b)      Sistem parlementer : Sistem ini menerapkan model yang menyatu antara kekuasaan eksekutif dan legislatif. Kepala eksekutif adalah berada di tangan seorang perdana menteri. Adapun kepala Negara adalah berada pada seorang ratu, misalnya di Negara Inggris atau ada pula yang berada di tangan seorang presiden misalnya di India.
Menurut Rod Hague, pemerintahan presidensiil terdiri dari 3 unsur yaitu:
  • Presiden yang dipilih rakyat memimpin pemerintahan dan mengangkat pejabat-pejabat pemerintahan yang terkait.
  • Presiden dengan dewan perwakilan memiliki masa jabatan yang tetap, tidak bisa saling menjatuhkan.
  • Tidak ada status yang tumpang tindih antara badan eksekutif dan badan legislatif.
Dalam sistem presidensiil, presiden memiliki posisi yang relatif kuat dan tidak dapat dijatuhkan karena rendah subjektif seperti rendahnya dukungan politik. Namun masih ada mekanisme untuk mengontrol presiden. Jika presiden melakukan pelanggaran konstitusi, pengkhianatan terhadap negara, dan terlibat masalah kriminal, posisi presiden bisa dijatuhkan. Bila ia diberhentikan karena pelanggaran-pelanggaran tertentu, biasanya seorang wakil presiden akan menggantikan posisinya. Model ini dianut oleh Amerika Serikat, Filipina, Indonesia dan sebagian besar negara-negara Amerika Latin dan Amerika Tengah.
Ciri-ciri pemerintahan presidensial yaitu:
  • Dikepalai oleh seorang presiden sebagai kepala pemerintahan sekaligus kepala negara.
  • Kekuasaan eksekutif presiden diangkat berdasarkan demokrasi rakyat dan dipilih langsung oleh mereka atau melalui badan perwakilan rakyat.
  • Presiden memiliki hak prerogratif (hak istimewa)untuk mengangkat dan memberhentikan menteri-menteri yang memimpin departemen dan non-departemen
  • Menteri-menteri hanya bertanggung jawab kepada kekuasaan eksekutif bukan kepada kekuasaan legislatif.
  • Kekuasaan eksekutif tidak bertanggung jawab kepada kekuasaan legislatif.
  • Kekuasaan eksekutif tidak dapat dijatuhkan oleh legislative.
Sistem parlementer adalah sebuah sistem pemerintahan di mana parlemen memiliki peranan penting dalam pemerintahan. Dalam hal ini parlemen memiliki wewenang dalam mengangkat perdana menteri dan parlemen pun dapat menjatuhkan pemerintahan, yaitu dengan cara mengeluarkan semacam mosi tidak percaya. Berbeda dengan sistem presidensiil, di mana sistem parlemen dapat memiliki seorang presiden dan seorang perdana menteri, yang berwenang terhadap jalannya pemerintahan. Dalam presidensiil, presiden berwenang terhadap jalannya pemerintahan, namun dalam sistem parlementer presiden hanya menjadi simbol kepala negara saja.
Sistem parlementer dibedakan oleh cabang eksekutif pemerintah tergantung dari dukungan secara langsung atau tidak langsung cabang legislatif, atau parlemen, sering dikemukakan melalui sebuah veto keyakinan. Oleh karena itu, tidak ada pemisahan kekuasaan yang jelas antara cabang eksekutif dan cabang legislatif, menuju kritikan dari beberapa yang merasa kurangnya pemeriksaan dan keseimbangan yang ditemukan dalam sebuah republik kepresidenan.
Sistem parlemen dipuji, dibanding dengan sistem presidensiil, karena kefleksibilitasannya dan tanggapannya kepada publik. Kekurangannya adalah dia sering mengarah ke pemerintahan yang kurang stabil, seperti dalam Republik Weimar Jerman dan Republik Keempat Perancis. Sistem parlemen biasanya memiliki pembedaan yang jelas antara kepala pemerintahan dan kepala negara, dengan kepala pemerintahan adalah perdana menteri, dan kepala negara ditunjuk sebagai dengan kekuasaan sedikit atau seremonial. Namun beberapa sistem parlemen juga memiliki seorang presiden terpilih dengan banyak kuasa sebagai kepala negara, memberikan keseimbangan dalam sistem ini.
Ciri-ciri pemerintahan parlemen yaitu:
  • Dikepalai oleh seorang perdana menteri sebagai kepala pemerintahan sedangkan kepala negara dikepalai oleh presiden/raja.
  • Kekuasaan eksekutif presiden ditunjuk oleh legislatif sedangkan raja diseleksi berdasarkan undang-undang.
  • Perdana menteri memiliki hak prerogratif (hak istimewa) untuk mengangkat dan memberhentikan menteri-menteri yang memimpin departemen dan non-departemen.
  • Menteri-menteri hanya bertanggung jawab kepada kekuasaan legislatif.
  • Kekuasaan eksekutif bertanggung jawab kepada kekuasaan legislatif.
  • Kekuasaan eksekutif dapat dijatuhkan oleh legislatif.