HAK DAN KEWAJIBAN NEGARA
TERHADAP WARGA NEGARA
Kewajiban dan tanggung jawab
negara terhadap kesejahtrahan rakyat
Sebagai
mahluk ciptaan Tuhan yang paling mulia kita pasti mengerti apa yang menjafi hak
dan kewiban kita. Kita pasti bisa
membandingkan apa itu yang menjadi hak kita dan juga apa yang menjadi kewajiban
kita. Bahkan sebagian besar warga negara indonesia pasti mengerti apa yang
menjadi hak dan kewibannya sebagai warga negara.
Tidak
beda halnya dengan negara. Negara juga mempunyai hak dan kewajiban
terhadap warga negaranya. Disini saya
akan menulis tentang beberapa hak dan kewajiban negara terhadap warganya.
Alasan saya membuat tulisan ini bukanlah sekedar memenuhi tugas mata kuliah
Pendidikan Kewarganegaraan, tetapi juga karena saya berharap, para petinggi
negara dan juga orang yang duduk di bangku parlemen, bisa lebih fokus akan
kemajuan negara indonesia ini dengan cara lebih melaksanakan apa yang menjadi
hak dan kewajibannya sebagai pemimpin negara.
Negara
adalah suatu organisasi dalam suatu wilayah yang memiliki kekuasaan tertinggi
yang sah dan ditaati oleh rakyatnya. Keberadaan negara, seperti organisasi
secara umum, adalah untuk memudahkan anggotanya (rakyat) mencapai tujuan
bersama atau cita-citanya. Negara memiliki kekuasaan yang kuat terhadap
rakyatnya. Kekuasaan, dalam arti kemampuan seseorang atau suatu kelompok untuk
mempengaruhi orang lain atau kelompok lain, dalam ilmu politik biasanya
dianggap bahwa memiliki tujuan demi kepentingan seluruh warganya. Dengan
demikian, kekuasaan yang dimiliki oleh sekelompok orang yang berperan sebagai
penyelenggara negara adalah semata-mata demi kesejahteraan warganya.
Negara
merupakan aktor pertama dan utama yang bertanggungjawab mencapai janji
kesejahteraan kepada rakyatnya, terutama memainkan peran distribusi sosial
(kebijakan sosial) dan investasi ekonomi (kebijakan ekonomi). Fungsi dasar
negara adalah ”mengatur” untuk menciptakan law and order dan ”mengurus” untuk
mencapai welfare/kesejahteraan.
Negara Kesejahteraan
sebenarnya merupakan kelanjutan dan perluasan dari hak-hak warga negara.
Hak-hak warga negara tersebut, antara lain hak sipil, hak politik dan hak
sosial, selama 300 tahun secara perlahan berhasil diakui dan terpenuhi. Hal
sipil (kebebasan berbicara) warga diakui dan dupenuhi pada abad ke-18, hak
politik (hak memilih dalam pemilu) diakui dan dipenuhi pada abad ke-19, dan hak
sosial (kesejahteraan dan jaminan sosial) diakui dan dipenuhi pada abad ke-20.
Negara Kesejahteraan berusaha membebaskan warganya dari ketergantungan pada
mekanisme pasar untuk mendapatkankesejahteraan (dekomodifikasi) dengan
menjadikan hak setiap warga sebagai ”alasan utama” kebijakan sebuah negara.
Negara, dengan demikian, memberlakukan penerapan kebijakan sosial sebagai
’penganugerahan hak-hak sosial’ kepada warganya. Hak-hak sosial tersebut
mendapat jaminan dan tidak dapat dilanggar (inviolable) serta diberikan
berdasar atas dasar kewargaan (citizenship) dan bukan atas dasar kinerja atau
kelas.
Negara
Kesejahteraan hadir bukanlah sebagai satu entitas yang berwajah tunggal. Luas
cakupan dan ragam kebijakan sosial yang diterapkan oleh masing-masing Negara
Kesejahteraan (welfare state). Setidaknya ada dua tipologi Negara
Kesejahteraan, yaitu residual welfare state dan institutional welfare state.
Residual welfare state mengasumsikan tanggung jawab negara sebagai penyedia
kesejahteraan berlaku, jika dan hanya jika keluarga dan pasar gagal menjalankan
fungsinya serta terpusat pada kelompok tertentu dalam masyarakat, seperti
kelompok marjinal sertamereka yang “patut” mendapatkan alokasi kesejahteraan
dari negara. Sedangkan institutional welfare state bersifat universal, mencakup
semua populasi warga, serta terlembagakan dalam basis kebijakan sosial yang
luas dan vital bagi kesejahteraan masyarakat.
Negara
Kesejahteraan amat dipengaruhi oleh rezim yang berkuasa pada masing-masing
negara (welfare regims). Pengaruh ini terjadi terutama terhadap kemampuan
negara tersebut memproduksi dan mendistribusikan kesejahteraan melalui
kebijakan sosial. Rezim kesejahteraan mengacu pada pola intraksi dan saling
keterkaitan dalam produksi dan alokasi kesejahteraan antar-negara, rezim pasar
dan keluarga/rumah tangga. Ketiga lembaga tersebut merupakan penyedia
kesejahteraan dan tempat individu mendapatkan perlindungan dari resiko-resiko
sosial.
Kewajiban dan tanggung jawab
negara terhadap penegakan hak azasi manusia
Penjelasan
umum Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 Tentang
Hak Asasi Manusia juga mengungkapkan bahwa peristiwa-peristiwa berupa
penangkapan yang tidak sah, penculikan, pemberangusan mengemukakan pendapat,
pengniayaan, perkosaan, penghilangan paksa, pembakaran rumah tinggal dan tempat
ibadah, penyerangan pemuka agama. Selain itu, terjadi pula penyalahgunaan
kekuasaan oleh pejabat publik dan aparat negara yang seharusnya menjadi penegak
hukum, pemelihara keamanan, dan pelindung rakyat, tetapi justru mengintimidasi,
menganiaya, menghilangakan paksa dan atau menghilangkan nyawa, tidak dapat
dipungkiri bahwa pelanggara-pelanggaran tersebut masih terjadi. Meskipun dalam
tata urutan perundang-undangan yang terbaru Ketetapan Majelis Permusyawaratan
Rakyat telah dihapus, yaitu diatur Pasal 7 dalam Undang-Undang No. 10 Tahun
2004 Tentang Jenis dan Hierarki Perundang-undangan Indonesia. pelaksanaan kewajiban yang
diatur dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 tersebut,
pertama kali dikeluarkan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat dengan Ketetapan
Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor XVII/II/MPR/1998
tentang Hak Asasi Manusia. Selain itu pengaturan mengenai hak asasi manusia
pada dasarnya sudah tercantum dalam berbagai peraturan perundang-undangan,
termasuk Undang-Undang yang mengesahkan berbagai konvensi internasional
mengenai hak asasi manusia.
Berdasarkan
pertimbangan tersebut maka untuk memayungi seluruh peraturan perundang-undangan
yang sudah ada, perlu dibentuk Undang-Undang tentang Hak Asasi Manusia, oleh
sebab itu maka dibentuklah Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi
Manusia. Dengan dibentuknya Undang-undang ini agar terdapat sumber hukum yang
tegas dalam mengatur pelaksanaan
penegakkan dan perlindungan terhadap HAM di Indonesia. Dalam sejarah
perkembangannya pada dasarnya Hak Asasi Manusia dapat dicakup dalam beberapa
bidang, yaitu: Hak asasi manusia bidang sipil seperti hak hidup, hak warga
negara, hak mengembangkan diri, hak-hak wanita, dan hak-hak anak; hak asasi
manusia bidang politik seperti turut serta dalam pemerintahan, hak mengeluarkan
pendapat atau pikiran, hak untuk berserikat dan lain-lain; Hak asasi manusia
bidang sosial seperti hak memperoleh keadilan, hak atas kebebasan pribadi, hak
atas rasa aman, hak atas kesejahteraan dan lain-lain.; Hak asasi manusia bidang
budaya seperti hak untuk memeluk, menjalankan ibadah menurut agama atau
kepercayaan, hak untuk mengembangkan budaya dan lain-lain (Puslitbang Diklat
Mahkamah Agung RI, 2001: 131).
Kewajiban dan tanggung jawab
negara, dalam hal ini Pemerintah terhadap pelaksanaan dan penegakkan HAM,
mengingat perlindungan hak asasi manusia adalah menjadi kewajiban dan tanggung
jawab negara yang dilakukan Pemerintah, hal tersebut diatur dalam Undang-Undang
No. 39 Tahun 1999. Dalam Undang-Undang tersebut negara wajib dan bertanggung
jawab menghormati, melindungi, menegakkan, dan memajukan hak asasi manusia yang
diatur dalam Undang-Undang ini, peraturan perundang-undangan lain, dan hukum
internasional tentang hak asasi manusia yang diterima oleh Negara Republik
Indonesia. Meskipun demikian pelaksanaan penegakkan dan perlindungan HAM di
Indonesia masih jauh dari yang diharapkan masyarakat pada umumnya karena
Pemerintah dinilai dalam pelaksanaannya belum dapat menyelesaikan
masalah-masalah yang berkaitan dengan HAM, seperti : kasus Tanjung Priok,
peristiwa 27 Juli 1996, kasus Timor-Timur, bahkan kasus meninggalnya aktivis
HAM Munir yang sampai saat ini belum terungkap. Kewajiban dan tanggung jawab
negara terhadap penegakkan HAM terutama di bidang sipil dan politik pun, peran
negara masih sangat dipertanyakan hal ini dapat dilihat dengan masih banyaknya
pelanggaran terhadap hak-hak dibidang sipil yang menyangkut hak hidup, hak
warga negara, hak mengembangkan diri, hak wanita dan hak anak-anak. Bidang
politik pun yang mencakup hak turut serta dalam pemerintahan, hak mengeluarkan
pendapat atau pikiran serta hak untuk berserikat masih terjadi pelanggaran. Hal
tersebut terjadi karena masih lemahnya negara dalam pelaksanaan kewaiban dan
tanggung jawabnya terhadap HAM terutama di bidang sipil dan politik sebagai
mana telah diatur dalam Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi
Manusia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar